Minggu, 28 Agustus 2011

Buddha dan Putri Magandiya


 Suatu saat ayah Magandiya, karena sangat tertarik dengan kepribadian dan penampilan Sang Buddha, telah mempersembahkan anak perempuannya yang sangat cantik untuk dijadikan istri Sang Buddha Gotama. Tetapi Sang Buddha menolak persembahan itu dan berkata bahwa Beliau tidak akan mau menyentuh hal itu yang penuh dengan kotoran, sekalipun dengan kakinya. Ketika mendengar kata-kata ini kedua ayah dan ibu Magandiya melihat kebenaran dalam kata-kata tersebut dan mencapai tingkat kesucian anagami. Tetapi Magandiya menganggap Sang Buddha sebagai musuh dan bertekad untuk membalas dendam kepada Beliau.

 Kemudian ia menjadi salah satu dari tiga istri Raja Udena. Ketika Magandiya mendengar kabar bahwa Sang Buddha telah datang ke Kosambi, ia menyewa beberapa penduduk dan pelayan-pelayannya untuk mencaci maki Sang Buddha saat Beliau memasuki kota untuk berpindapatta. Orang-orang sewaan tersebut mengikuti Sang Buddha dan mencaci maki dengan menggunakan kata-kata yang sedemikian kasar seperti `pencuri, bodoh, unta, keledai, suatu ikatan ke neraka`, dan sebagainya. Mendengar kata-kata yang kasar tersebut, Y.A.Ananda memohon kepada Sang Buddha untuk meninggalkan kota dan pergi ke tempat lain.


 Tetapi Sang Buddha menolak dan berkata, "Di kota lain, kita juga mungkin dicaci maki dan tidak mungkin untuk selalu berpindah tempat setiap kali seseorang dicaci maki. Lebih baik menyelesaikan masalah di tempat terjadinya masalah. Saya seperti seekor gajah yang menahan panah-panah yang datang dari semua penjuru. Saya juga akan menahan dengan sabar caci maki yang datang dari orang-orang yang tidak memiliki moral."

 Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 320,321,dan 322 berikut ini :

 "Aham nagova sangame
 capato patitam saram
 ativakyam titikkhissam
 dussilo hi bahujjano.

 Dantam nayanti samitim
 dantam raja` bhiruhati
 danto settho manussesu
 yo` tivakyam titikkhati.

 Varamassatara danta
 ajaniya ca sindhava
 kunjara ca mahanaga
 attadanto tato varam."

 Seperti seekor gajah di medan perang
 dapat menahan serangan panah
 yang dilepaskan dari busur,
 begitu pula Aku (Tathagata)
 tetap bersabar terhadap cacian;
 sesungguhnya, sebagian besar orang
 mempunyai kelakuan rendah.

 Mereka menuntun gajah yang telah terlatih
 ke hadapan orang banyak.
 Raja mengendarai gajah yang terlatih ke medan perang.
 Di antara umat manusia, maka yang terbaik adalah
 orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri
 dan dapat bersabar terhadap cacian.

 Sungguh baik keledai-keledai yang terlatih,
 begitu juga kuda-kuda Sindhu
 dan gajah-gajah perang milik para bangsawan;
 tetapi yang jauh lebih baik dari semua itu
 adalah orang yang telah dapat menaklukkan dirinya sendiri.

 Pada akhir khotbah Dhamma tersebut, mereka yang telah mencaci maki Sang Buddha menyadari kesalahannya yang datang untuk menghormat Beliau, beberapa di antara mereka mencapai tingkat kesucian sotapatti.


 yang bisa di petik ialah:
 "Aham nagova sangame
 capato patitam saram
 ativakyam titikkhissam
 dussilo hi bahujjano.

 Dantam nayanti samitim
 dantam raja` bhiruhati
 danto settho manussesu
 yo` tivakyam titikkhati.

 Varamassatara danta
 ajaniya ca sindhava
 kunjara ca mahanaga
 attadanto tato varam."

 Seperti seekor gajah di medan perang
 dapat menahan serangan panah
 yang dilepaskan dari busur,
 begitu pula Aku (Tathagata)
 tetap bersabar terhadap cacian;
 sesungguhnya, sebagian besar orang
 mempunyai kelakuan rendah.

 Mereka menuntun gajah yang telah terlatih
 ke hadapan orang banyak.
 Raja mengendarai gajah yang terlatih ke medan perang.
 Di antara umat manusia, maka yang terbaik adalah
 orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri
 dan dapat bersabar terhadap cacian.

 Sungguh baik keledai-keledai yang terlatih,
 begitu juga kuda-kuda Sindhu
 dan gajah-gajah perang milik para bangsawan;
 tetapi yang jauh lebih baik dari semua itu
 adalah orang yang telah dapat menaklukkan dirinya sendiri.

1 komentar:

  1. "Aham nagova sangame
    capato patitam saram
    ativakyam titikkhissam
    dussilo hi bahujjano.

    Seperti seekor gajah di medan perang
    dapat menahan serangan panah
    yang dilepaskan dari busur,
    begitu pula Aku (Tathagata)
    tetap bersabar terhadap cacian;
    sesungguhnya, sebagian besar orang
    mempunyai kelakuan rendah.

    BalasHapus