Minggu, 26 Desember 2010

Ryonen

Ryonen
Ryonen, seorang pertapa Buddha dilahirkan pada tahun 1779. Ia adalah cucu Shingen, seorang prajurit terkenal. Ia dianggap sebagai salah seorang yang tercantik di seluruh Jepang, sekaligus seorang penyair berbakat besar. Maka sejak usia tujuh belas tahun ia telah dipilih menjadi pelayan istana. Di situ tumbuh dengan hangat rasa cintanyayang mendalam pada Ratu Putri. Ternyata Ratu Putri wafat secara mendadak. Ryonen memperoleh pengalaman batin yang sangat mendalam; ia benar-benar sadar bahwa segala sesuatu akan berlalu. Pada saat itulah ia memutuskan untuk mempelajari Zen.

Akan tetapi keluarganya tidak mau tahu. Mereka memaksanya untuk menikah. Namun Ryonen menuntut agar mereka dan calon suaminya berjanji, sesudah ia melahirkan tiga anak bagi suaminya, ia bebas untuk menjadi pertapa. Syarat ini dipenuhi ketika ia berusia dua puluh lima tahun. Pada waktu itu, baik bujukan suaminya maupun semua hal lain di dunia tidak dapat menghalanginya untuk melaksanakan ketetapan hatinya. Ia mencukur rambutnya, mengambil nama Ryonen (yang berarti memahami dengan jelas) dan mulai pencariannya.

Ia sampai kekota Edo dan memohon kepada guru Tetsugyu untuk menjadi muridnya. Guru itu memandang nya sekilas dan menolaknya karena ia terlalu cantik. Maka ia pergi keguru yang lain yang bernama Hakuo. Ia ditolak dengan alas an yang sama; kecantikannya, kata guru itu, hanya akan menjadi sumber masalah. Maka Ryonen membakar wajahnya dengan besi panas dan dengan demikian merusakkan kecantikannya seumur hidupnya. Ketika ia kembali menghadap guru Hakuo, ia diterima sebagai murid.

Untuk mengenang pengalaman itu, Ryonen menulis sebuah puisi:
Sebagai hamba Ratu Putri aku membakar dupa untuk mengharumkan pakaianku yang indah
Sekarang sebagai pengemis tak berumah aku membakar wajahku untuk memasuki dunia Zen.

Ketika ia menyadari bahwa saatnya telah tiba untuk meninggalkan dunia ini, ia menulis puisi lagi:

Enam puluh kali mata ini memandang keindahan musim gugur……….. 
Tak usahlah menginginkan lebih baik daripada itu 
Hanya dengarlah suara gemerisik pohon-pohon cemara saat angin tak berhembus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar