Rabu, 12 Januari 2011

Ketelitian

Di sebuah ruang kuliah, seorang profesor kedokteran memberikan kuliah perdananya. Para mahasiswa baru itu tampak serius. Mata mereka terpaku menatap profesor, seraya tangan sibuk mencatat.

“Menjadi dokter, butuh keberanian dan ketelitian,” terdengar suara sang profesor. “Dan saya harap kalian dapat membuktikannya.” Bapak itu beranjak ke samping. “Saya punya setoples cairan limpa manusia yang telah direndam selama 3 bulan.” Profesor itu mencelupkan jari ke dalam toples, dan memasukkan jari itu ke mulutnya. Terdengar teriak-teriak kecil dari mahasiswa itu. Mereka terlihat jijik. “Itulah yang kusebut dengan keberanian dan ketelitian,” ucap profesor lebih meyakinkan.



“Saya butuh satu orang yang bisa berbuat seperti saya. Buktikan bahwa kalian ingin menjadi dokter.” Suasana aula mendadak senyap. Mereka bingung: antara jijik dan tantangan sebagai calon dokter. Tak ada yang mengangkat tangan. Sang profesor berkata lagi, “Tak adakah yang bisa membuktikan kepada saya? Mana keberanian dan ketelitian kalian?

Tiba-tiba, seorang anak muda mengangkat tangan. “Ah, akhirnya ada juga yang berani. Tunjukkan pada teman-temanmu bahwa kau punya keberanian dan ketelitian. Anak muda itu menuruni tangga, menuju mimbar tempat sang professor berada. Dihampirinya stoples itu dengan ragu-ragu. Wajahnya tegang, dan perasaan jijik terlihat dari air mukanya.
Ia mulai memasukkan jarinya ke dalam toples. Kepala menoleh ke samping dengan mata yang menutup. Teriakan kecil rasa jijik kembali terdengar. Perlahan, dimasukkannya jari yang telah tercelup lendir itu ke mulutnya. Banyak orang yang menutup mata, banyak pula yang berlari menuju kamar kecil. Sang professor tersenyum. Anak muda itu tersenyum kecut, sambil meludah-ludah ke samping.

“Aha, kamu telah membuktikan satu hal, anak muda. Seorang calon dokter memang harus berani. Tapi sayang, dokter juga butuh ketelitian.” Profesor itu menepuk punggung si mahasiswa. “Tidakkah kau lihat, aku tadi memasukkan telunjuk ke toples, tapi jari tengah yang masuk ke mulut. Seorang dokter memang butuh keberanian, tapi lebih butuh lagi ketelitian.”
***

Tantangan hidup, kadangkala bukan untuk menghadapi kematian. Tapi, justru bagaimana menjalani kehidupan. Banyak orang yang takut mati. Tapi, tidak sedikit yang memilih mati ketimbang hidup. Banyak yang menghabisi hidup pada jalan-jalan tercela. Banyak pula yang enggan hidup hanya karena beratnya beban kehidupan.

Ujaran profesor itu memang benar. Tantangan menjadi seorang dokter-dan sesungguhnya, menjadi manusia-adalah dibutuhkannya keberanian dan ketelitian.
Bahkan, tantangan itu lebih dari sekadar mencicipi rasa cairan limpa di toples. Lebih berat. Jauh lebih berat. Dalam kehidupan, apa yang kita alami kadang lebih pahit dan menegangkan. Namun, bagi yang teliti, semua bisa jadi manis, menjadi tantangan yang mengasyikkan. Di sanalah ditemukan semua rasa, rupa dan suasana yang mendidik. Dan mereka dapat dengan teliti memilah dan memilih.

Teman, hati-hatilah. Hidup memang butuh keberanian. Tapi, akan lebih butuh ketelitian. Cermati langkahmu, waspadai tindakanmu. Hati-hati saat “mencelupkan jari” dalam toples kehidupan. Kalau tidak, “rasa pahit” yang akan kita temukan.

Terima kasih telah membaca. Hope you are well and please do take care

Tantangan

Tantangan akan menggairahkan anda, memberi anda arah, dan membangkitkan
yang terbaik dalam diri anda.  Tantangan akan mendorong anda untuk
mempelajari ketrampilan baru, meraup pengetahuan baru.  Tantangan
memotivasi anda untuk memberi hasil terbaik dari diri anda.
Pernahkah anda perhatikan, saat anda memiliki sedemikian banyak
tugas yang harus dikerjakan, anda justru memiliki lebih banyak
yang selesai dikerjakan.  Dan saat sedikit hal yang perlu dikerjakan,
ternyata lebih sedikit lagi yang selesai dikerjakan. 
Usaha anda meningkat sesuai dengan pekerjaan yang harus dikerjakan.
Tantangan mendorong hasil.
Tantangan tidak muncul untuk menarik anda ke bawah.  Tantangan ada
untuk mendorong anda ke atas, menghasilkan yang terbaik, mencapai
target.   Memang tantangan itu sulit dan tidak menyenangkan.  Tetapi
hal itulah yang memberikan arti dan nilai.  Kesuksesan terbesar hadir
lewat kebiasaan berurusan dengan serangkaian tantangan.  Bukan dengan
menghindari tantangan.
Tolong diri anda sendiri.
Temukan tantangan sejati, anda akan menemukan hidup sejati.