Rabu, 13 Juli 2011

Menjadi bahagia

seorang pemuda mendatangi
orang tua bijak yang tinggal di sebuah desa yang begitu damai. Setelah
menyapa dengan santun, si pemuda menyampaikan maksud dan tujuannya.
“Saya menempuh perjalanan jauh ini untuk menemukan cara membuat diri
sendiri selalu bahagia, sekaligus membuat orang lain selalu gembira.”
Sambil tersenyum bijak, orang tua itu
berkata,
“Anak muda, orang seusiamu punya keinginan begitu, sungguh
tidak biasa. Baiklah, untuk memenuhi keinginanmu, paman akan memberimu
empat kalimat. Perhatikan baik-baik ya…”

“Pertama, anggap dirimu sendiri seperti
orang lain!”
Kemudian, orang tua itu bertanya,
“Anak muda, apakah kamu
mengerti kalimat pertama ini?
Coba pikir baik-baik dan beri tahu paman
apa pengertianmu tentang hal ini.''
Si pemuda menjawab,
“Jika bisa menganggap
diri saya seperti orang lain, maka saat saya menderita, sakit dan
sebagainya, dengan sendirinya perasaan sakit itu akan jauh berkurang.
Begitu juga sebaliknya, jika saya mengalami kegembiraan yang luar
biasa, dengan menganggap diri sendiri seperti orang lain, maka
kegembiraan tidak akan membuatku lupa diri. Apakah betul, Paman?”

Dengan wajah senang, orang tua itu
mengangguk-anggukkan kepala dan melanjutkan kata-katanya.
“Kalimat
kedua, anggap orang lain seperti dirimu sendiri!”

Pemuda itu berkata,
” Dengan menganggap
orang lain seperti diri kita, maka saat orang lain sedang tidak
beruntung, kita bisa berempati, bahkan mengulurkan tangan untuk
membantu. Kita juga bisa menyadari akan kebutuhan dan keinginan orang
lain. Berjiwa besar serta penuh toleransi. Betul, Paman?”
Dengan raut wajah makin cerah, orang tua
itu kembali mengangguk-anggukkan kepala. Ia berkata,
“Lanjut ke kalimat
ketiga. Perhatikan kalimat ini baik-baik, anggap orang lain seperti
mereka sendiri!”
Si anak muda kembali mengutarakan
pendapatnya,
“Kalimat ketiga ini menunjukkan bahwa kita harus
menghargai privasi orang lain, menjaga hak asasi setiap manusia dengan
sama dan sejajar. Sehingga, kita tidak perlu saling menyerang wilayah
dan menyakiti orang lain. Tidak saling mengganggu. Setiap orang berhak
menjadi dirinya sendiri. Bila terjadi ketidakcocokan atau perbedaan
pendapat, masing-masing bisa saling menghargai.”
Kata orang tua itu,
“Bagus, bagus sekali!
Nah, kalimat keempat: anggap dirimu sebagai dirimu sendiri! Paman
telah menyelesaikan semua jawaban atas pertanyaanmu. Kalimat yang
terakhir memang sesuatu yang sepertinya tidak biasa.
Karena itu,
renungkan baik-baik.''
Pemuda itu tampak kebingungan.
Katanya,
“Paman, setelah memikirkan keempat kalimat tadi, saya merasa ada
ketidakcocokan, bahkan ada yang kontradiktif. Bagaimana caranya saya
bisa merangkum keempat kalimat tersebut menjadi satu? Dan, perlu waktu
berapa lama untuk mengerti semua kalimat Paman sehingga aku bisa selalu
gembira dan sekaligus bisa membuat orang lain juga gembira?”

Spontan, orang tua itu menjawab,
“Gampang. Renungkan dan gunakan waktumu seumur hidup untuk belajar dan
mengalaminya sendiri.”

anak muda ! dengarkanlah baik baik,kata orang tua bijak tersebut
''Sebagai makhluk sosial, kita dituntut untuk
belajar mencintai kehidupan dan berinteraksi dengan manusia lain di
muka bumi ini. Selama kita mampu menempatkan diri, tahu dan mampu
menghargai hak-hak orang lain, serta mengerti keberadaan jati diri
sendiri di setiap jenjang proses kehidupan, maka kita akan menjadi
manusia yang lentur. Dengan begitu, di mana pun kita bergaul dengan
manusia lain, akan selalu timbuk kehangatan, kedamaian, dan
kegembiraan. Sehingga, kebahagiaan hidup akan muncul secara alam"

maka dari itulah,orang tua bijak itu berpesan
bahwa dalam hidup ini kita harus memilik empat rasa,yaitu
simpati
empati
etika
& estetika..