Jumat, 27 Mei 2011


Jadilah  seperti  AKAR
yang  GIGIH  mencari air,
MENEMBUS tanah yang  KERAS,
demi sebatang POHON !!
Ketika sang pohon TUMBUH,
berdaun RIMBUN,
berbunga INDAH,
tampil ELOK,dan
mendapat PUJIAN,
AKAR tak pernah mengeluh ..
ia  tetap sembunyi dalam tanah.
Itulah makna dari sebuah  KETULUSAN !!
mudah mudahan an..Hari ini  dapat  membuat  HIDUP kita  lebih  BERMAKNA  kepada  banyak  orang !!!!
    

Selasa, 17 Mei 2011

Mengukur gedung pencakar langit

Alkisah, ketika sebuah ujian Fisika dilangsungkan di Universitas Kopenhagen,Denmark.
Seorang mahasiswa ditanya,"Jelaskan bagaimana menetapkan tinggi suatu bangunan pencakar langit dengan menggunakan sebuah barometer!" Dia menjawab "Ikatlah suatu tali panjang pada leher barometer, lalu turunkan barometer dari atap pencakar langit sampai menyentuh tanah. Panjang taliditambah panjang barometer akan sama dengan tinggi pencakar langit." Jawaban yang luar biasa orisinilnya ini membuat pemeriksa ujiannya begitu geram sehingga akibatnya mahasiswa tidak diluluskan. Kemudian dia naik banding atas dasar bahwa jawabannya tidak bisa disangkal kebenarannya, sehingga universitas menunjuk seorang arbiter yang independen untuk memutuskan kasusnya.

Arbiter menyatakan bahwa jawabannya memang betul-betul benar,
hanya saja tidak memperlihatkan secuil pun pengetahuan mengenai ilmu fisika. Untuk mengatasi permasalahannya, disepakati bahwa sang mahasiswa akan dipanggil, serta akan diberikan waktu enam menit untuk memberikan jawaban verbal yang menunjukkan paling tidak sedikit latar belakang pengetahuannya mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu fisika. Selama lima menit, si mahasiswa tersebut duduk tepekur, sampai dahinya terlihat berkerut. Arbiter mengingatkan bahwa waktu sudah sangat terbatas. Dia menjawab bahwa ia sudah memiliki berbagai jawaban yang sangat relevan, tetapi nggak bisa memutuskan yang mana yang akan dipakai.Saat diingatkan hakim untuk segera menjawab, mahasiswa itu kemudian berkata, "pertama-tama, ambillah barometer dan bawalah sampai ke atap
pencakar langit. Lemparkan melewati pinggir atap, dan ukurlah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tanah. Ketinggian bangunan bisa dihitung dari rumus H = 0.5g x t2. Tetapi ya sayang barometernya."

"Atau, bila matahari sedang bersinar, anda bisa mengukur tinggi
barometer, tegakkan diatas tanah, dan ukurlah panjang bayangannya. Setelah tu, ukurlah panjang bayangan pencakar langit, sehingga hanya perlu perhitungan aritmatika proporsional secara sederhana untuk menetapkan ketinggian pencakar langitnya."
"Tapi kalau Anda betul-betul ingin jawaban ilmiah, anda bisa mengikat
seutas tali pendek pada barometer dan menggoyangkannya seolah pendulum, pertama di permukaan tanah kemudian saat diatas pencakar langit. Ketinggian pencakar langit bisa dihitung atas dasar perbedaan kekuatan gravitasi T = 2π akar dari (l/g)."

"Atau kalau pencakar langitnya memiliki tangga darurat yang eksternal, akan mudah sekali untuk menaiki tangga, lalu menggunakan panjangnya barometer sebagai satuan ukuran pada dinding bangunan, sehingga tinggi pencakar langit sama dengan penjumlahan seluruh satuan barometernya pada dinding pencakar langit."

"Bila Anda hanya ingin membosankan dan bersikap ortodoks, tentunya
Anda akan menggunakan barometer untuk mengukur tekanan udara pada atap pencakar langit dan di permukaan tanah, lalu mengkonversikan perbedaannya dari milibar ke satuan panjang untuk memperoleh ketinggian bangunan."

"Tetapi karena kita senantiasa ditekankan agar menggunakan kebebasan berpikir dan menerapkan metoda-metoda ilmiah, tentunya cara paling tepat adalah mengetuk pintu pengelola gedung dan mengatakan 'Bila Anda menginginkan barometer baru yang cantik, saya akan memberikannya pada Anda jika anda memberitahukan ketinggian pencakar langit ini'."Mahasiswa itu adalah Niels Bohr (1885 - 1962), ahli fisika Denmark yang meraih Nobel fisika tahun 1922. Pada tahun 1913 ia menerapkan konsep mekanika kuantum untuk model atom yang telah dikembangkan Rutherford, yang menggambarkan bahwa atom tersusun dari inti atom (nucleus) yang dikelilingioleh orbit elektron.

Rabu, 04 Mei 2011

Puisi paskah

Ia yang rebah,
di pangkuan perawan suci,
bangkit setelah tiga hari, melawan mati.
Ia yang lemah,
menghidupkan harapan yg nyaris punah.
Ia yang maha lemah,
jasadnya menanggungkan derita kita.

Ia yang maha lemah,
deritanya menaklukkan raja-raja dunia.
Ia yang jatuh cinta pada pagi,
setelah dirajam nyeri.
Ia yang tengadah ke langit suci,
terbalut kain merah kirmizi: Cintailah aku!

Mereka bertengkar
tentang siapa yang mati di palang kayu.
Aku tak tertarik pada debat ahli teologi.
Darah yang mengucur itu lebih menyentuhku.

Saat aku jumawa dengan imanku,
tubuh nyeri yang tergeletak di kayu itu,
terus mengingatkanku:
Bahkan, Ia pun menderita, bersama yang nista.

Muhammadku, Yesusmu, Krisnamu, Buddhamu, Konfuciusmu,
mereka semua guru-guruku,
yang mengajarku tentang keluasan dunia, dan cinta.

Penyakitmu, wahai kaum beriman:
Kalian mudah puas diri, pongah,
jumawa, bagai burung merak.
Kalian gemar menghakimi!

Tubuh yang mengucur darah di kayu itu,
bukan burung merak.
Ia mengajar kita, tentang cinta,
untuk mereka yang disesatkan dan dinista.

Penderitaan kadang mengajarmu
tentang iman yang rendah hati.
Huruf-huruf dalam kitab suci,
kerap membuatmu merasa paling suci.

Ya, Jesusmu adalah juga Jesusku.
Ia telah menebusku dari iman,
yang jumawa dan tinggi hati.

Ia membuatku cinta pada yang dinista!
Semoga Semua Hidup Berbahagia dalam Kasih Tuhan

Sumber: http://tamanedenia.blogspot.com/2011/04/puisi-paskah-ulil.html