Rabu, 06 November 2013

Manunggaling Kawulo Lan Gusti dengan pendekatan Fisika Quantum



Sejak kecil saya sangat tertarik tentang Tuhan,,, Dimana DIA berada? Seperti apa? Dan sebagainya,,, Seiring waktu saya terus mendapatkan jawaban. Jawabannya bervariasi dan banyak versi. Namun seiring waktu pula jawaban-jawaban tersebut bukan hanya bervariasi tapi juga berubah,,,,

Ternyata bukan hanya itu. Pertanyaannya semakin banyak dan kadang semakin pusing sendiri,,,, Karena ketika saya tanyakan kepada orang lain mereka juga tidak tahu malah jadi ikut-ikutan mumet,,, Bahkan pernah suatu ketika saya dibilang “kebablasan”,,, Tidak usah ngomongin Tuhan!,,, Nah lo, lha saya ini menyembah Tuhan ya harus tahu tho, siapa yang saya sembah?

Kala malam ketika saya menatap langit dipenuhi bintang dan sambil membayangkan betapa luasnya jadag raya ini saya semakin bingung, mengapa saya di sini? Untuk apa? Nanti kemana? Pamungkasnya ada pertanyaan TUHAN ITU DIMANA? Sebenarnya kalau dari dogma-dogma ajaran agama sudah terjawab. Tapi saya merasa ada pesan yang belum terungkapkan dibalik dogma-dogma tersebut. Saya terus menelusurinya,,, baik ke luar diri maupun ke dalam diri.

Kali ini saya memberanikan diri untuk menuliskan dan membagikan pemahaman saya tentang Tuhan ke dalam note ini,,, Dan saya beri judul MANUNGGALING KAWULO LAN GUSTI atau bila diterjemahkan KEBERSATUAN MAKHLUK DENGAN TUHAN.

Saya memahami sekali resiko ketika tulisan ini di buat, lha belum saya tulis aja beberapa waktu lalu udah ada yang bilang saya sesat,,,, Padahal orang tersebut belum tahu apa sih sebenarnya yang saya tulis ,,, Don’t judge the book by it’s cover,,, Karena saya juga sengaja menuliskan judul tersebut agar lebih menarik,,, Dan sekalian menuntaskan janji. Terus terang ada beberapa sms dan pesan di inbox FB saya yang menanyakan tema yang saya jadikan judul note ini. Saya udah janji akan saya tulis topik soal ini di FB. Bagi teman-teman yang menyimak note ini, ikuti keseluruhan tulisannya baru silahkan menyimpulkan,,,, Oke

Mari kita mulai masuk pada pembahasannya,,,

Ketika membaca kalimat MANUNGGALING KAWULO LAN GUSTI maka biasanya akan memunculkan satu nama di dalam pikiran kita yaitu,,, SYECH SITI JENAR. Syech Siti Jenar atau Syech Lemah Abang dalam legenda Wali Sanga dikenal sebagai penyebar agama islam yang kontroversial ajarannya. Syech Siti Jenar dilabeli SESAT! Karena ia dituduh telah mengaku sebagai ALLAH,,, Ia dituduh mengaku sebagai TUHAN !

Namun apakah benar demikian?,
Tunggu dulu ,,, Sesungguhnya pemahamannya tidak seperti itu,,, Sebenarnya kalau begitu kita-kita pun tanpa sadar telah mengaku sebagai ALLAH / Tuhan Lho?! ,,,Ya!
Malah kita ini bisa jadi lebih “sesat” dibandingkan Syech Siti Jenar yang dilabeli sesat.
Mau bukti?

Berdasarkan cerita, sebuah moment yang menjadikan Syech Siti Jenar disebut wali sesat adalah ketika utusan dari kesultanan Demak mengundang Syech Siti Jenar untuk “diinterogasi” mengenai ajaran-ajarannya yang “nyeleneh” kepada para santrinya. Namun ketika dipanggil dari luar ruangan ada suara yang menjawab dari tubuh Syech Siti Jenar yang kalimatnya : “Siti Jenar tidak ada, yang ada Allah”,,, Saya dulu pun ketika masih SMP-SMA memiliki mindset bahwa kalimat itu adalah sebuah pengakuan menyamakan diri dengan Tuhan, padahal bukan itu maksudnya. Maksudnya adalah manunggal, bukan menyamakan antara Tuhan dengan makhluk.
Saya ulangi, MANUNGGAL bukan berarti sama.

Tulisan ini bukan hanya untuk mereka yang beragama islam. Hanya saja karena saya beragama islam dan setting cerita Syech Siti Jenar adalah cerita dalam konteks islam ijinkan saya membahasnya dari sudut pandang islam. Begini saya contohkan,,, Ketika shalat, bukankah sangat bagus ketika kita menghayati setiap bacaan ayat yang kita baca bukan?
Nah sekarang bayangkan jika kita membaca surat adz dzariat ayat 56-58 yang artinya berikut ini :

“Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali beribadah (mengesakan ibadahnya) kepada-Ku, Aku tidak mengendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak mengendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku, Sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan Lagi Maha Sangat Kuat”.

Pada ayat tersebut bisa kita lihat dalam terjemahannya ada kata AKU,,, Nah, bila kita menghayati kalimat ini apa yang terjadi? Ya sama saja sebenarnya kita “mengaku” sebagai Tuhan.
Coba kalau kita mengatakan AKU kemana asosiasi kata itu? Ya ke diri yang mengatakan tho?

Nah, sebenarnya dalam hal ini Syech Siti Jenar lebih mulia dari kita karena saat beliau mengatakan : “Siti Jenar tidak ada, yang ada Allah”, saat mengatakan itu ego atau ke-aku-an Syech Siti Jenar lenyap. Tahapan beliau sudah sangat tinggi sehingga sudah bisa melihat esensi sesungguhnya bahwa semua yang ada itu sebenarnya semu, yang MUTLAK ADA HANYA ALLAH. Yang lain itu SEMU.

Justru yang sesat ya kita ini, menyebut kata AKU yang artinya menunjuk kepada Tuhan tapi ke-aku-an kita masih ada. So siapa sebenarnya yang mengaku sebagai Tuhan?

Sekarang mari kita lihat fenomena saat Nabi Muhammad menerima dan menyampaikan wahyu. Darimana ayat-ayat Al Qur’an keluar? Kan dari lisannya dan jasad fisiknya Muhammad? Tapi mengapa kita tidak mengatakan Muhammad mengaku sebagai Allah? Ya karena saat ayat-ayat itu keluar ke-aku-an atau ego Muhammad tidak ada. Yang berbicara adalah AKU-Nya Allah. So mari kita bandingkan. Saat membaca surat Adz-dzariat di atas mana yang lebih pantas membacanya. Kita atau Syech Siti Jenar? Hanya yang benar-benar total meniadakan diri dan ke-aku-annya sajalah yang benar-benar pantas membaca ayat dalam surat tersebut. Saat kita meniadakan aku-nya kita maka yang ada adalah AKU-Nya Allah

Konsep Manunggaling Kawulo Lan Gusti memang harus dipahami dengan jernih tidak boleh menyertakan ego dan melepaskan doktrin di kepala kita. Bila tidak maka pembahasan tentang hal ini hanya semakin mempertebal RASA PALING BENAR SENDIRI dan yang terjadi adalah perdebatan yang semakin menjauhkan dari esensi. Padahal dalam Al Qur’an Allah sudah banyak sekali memberikan sinyal. Allah Maha Halus, Maha Meliputi segala sesuatu, Allah lebih dekat dari urat leher dan masih banyak lagi. So, konsekuensinya ya MANUNGGAL.

Ketika membahas tentang Tuhan,, MOHON SUDUT PANDANG KITA SEDIKIT DIPERLUAS, karena sudah diperluas pun tetap saja belum bisa mewadahi hal yang sebenarnya. Sehingga sebenarnya pertanyaan TUHAN ADA DIMANA? itu sebenarnya pertanyaan yang kurang tepat. Karena kata DIMANA berarti dalam ruang dan waktu. Padahal Tuhan itu bebas dari ruang dan waktu. Bahkan dalam Hadits Qudsi ada sebuah statement yang artinya AKU (Allah) adalah SANG WAKTU,,, Ya wajar saja jika Allah menyebutkan bahwa diri-Nya lepas dari ruang dan waktu. Ingat, yang tidak bisa dibasahi ya yang membasahi. Yang tidak bisa terbakar ya yang membakar. Yang tidak lekang oleh waktu ya waktu itu sendiri.

Beberapa bulan yang lalu (sudah lama sekali) saya katakan TUHAN ITU TIDAK DIMANAPUN, TAPI ADA DIMANA-MANA. Kalimat itu sangat kontradiktif bukan? Tapi memang demikian lah kenyataannya. Karena Tuhan Maha Meliputi segala sesuatu ya demikian konsekuensinya. Nah tapi waktu itu status saya juga menuai kontroversi. Ada salah seorang yang protes : “LHO BERARTI TUHAN JUGA ADA DI WC? ITU KAN TEMPAT KOTOR?”,,, hmm, begini loh,,, Kembali, dalam membahas manunggaling kawulo lan gusti cara pandang kita jangan cara pandang sebagai manusia tunggal. Jangan dalam sudut pandang dunia 3 dimensi ini. Sekarang saya contohkan begini, di dalam TAHI dan TAHU itu ada elektron enggak? Jelas ada.Tanpa membahas struktur molekul yang membedakan, yang namanya elektron dimana-mana ya sama saja, elektron.
Mau di dalam TAHU atau TAHI yo podo wae,,, Ketika sudut pandang kita dari dunia material betul bahwa TAHU itu tidak menjijikkan dan TAHI itu menjijikkan. Tapi di dunia yang lebih halus tidak demikian adanya. Nah ingat kemanunggalan Tuhan itu jangan dilihat dari kacamata dunia materi. Makanya saya katakan TUHAN TIDAK DIMANAPUN, TAPI ADA DIMANA-MANA. Tuhan selalu terlibat dalam segenap proses hidup, termasuk proses pembusukan di dalam septic tank. Bahkan Tuhan tidak segan memberi hidayah di kompleks pelacuran. Kadang ego kita untuk memuliakan Tuhan malah menjauhkan dari esensi kemuliaan itu sendiri.

Kemanunggalan itu juga disinyalkan dengan penggunaan kata-kata subyek yang bergonta-ganti di dalam Al Qur’an ketika Allah menyebut diri-Nya. Kadang menggunakan AKU, kadang DIA dan kadang KAMI. Nah sebenarnya fenomena di zona quantum semua itu sama saja alias satu subyek. Di zona quantum kata DI SANA, DI SITU, DI SINI sama saja.
Memang ada beberapa versi pemahaman tentang penggunakan kata ganti subyek AKU, KAMI dan DIA dalam Al Qur’an. Ada yang mengatakan kata KAMI adalah sebagai kata ganti kehormatan sebagaimana digunakan ketika berpidato dalam acara-acara resmi. Saya pribadi sering mendengar orang berpidato yang menyebut dirinya sendiri dengan kata kami. Ok, sampai di situ saya bisa menerimanya. Tapi muncul pertanyaan lagi. Mengapa kalau memang begitu maksudnya kok tidak semuanya saja menggunakan kata KAMI? Ada yang pernah menjawab ketika saya membahas ini dengan kalimat ; “Ya suka-suka Tuhan ya, mau pake kata AKU kek, DIA kek, KAMI kek itu bukan urusan kita!”.O my god jadi ngajak debat kusir,,, hikz Saya bukan sedang mempermasalahkan Tuhan bung. Saya berupaya untuk mengenal SIAPA YANG SAYA SEMBAH.

Setelah menelusuri ke berbagai sumber dan menyelami diri sendiri, dalam pemahaman saya penggunaan kata ganti subyek yang berbeda-beda tersebut adalah sinyal tentang konsep kemanunggalan kawulo lan gusti. Saya tidak menyimpulkan bahwa Tuhan “berada” di zona quantum. Namun untuk memudahkan pemahaman agar kita tidak terkotak dengan kerangka dunia 3 dimensi ini saya akan membahas fenomena di zona quantum. Di zona quantum pembedaan arah tidak berarti. Konsep DI SANA, DI SINI dan DI SITU semuanya ya sama saja, demikian juga konsep INI dan ITU. Semuanya menjadi tidak berlaku.Sama pula dengan konsep AKU, KAMI dan DIA. Di zona quantum ya semua kata ganti itu akan menunjuk kepada SUBYEK yang sama. Oleh karenanya saya mengulangi kalimat di bagian sebelumnya yaitu TIDAK DIMANAPUN TAPI DIMANA-MANA.

Sederhananya kalo boleh saya ibaratkan jika kita seorang diri berada dalam ruangan penuh potongan cermin yang disusun seperti ubin baik di lantai dasar, dinding maupun langit-langitnya, maka semuanya akan nampak “bayangan” diri kita. Ketika kita menunjuk ke diri sendiri sambil mengatakan AKU, menunjuk ke cermin sambil mengatakan DIA, sekaligus menunjuk kemana-mana sambil mengatakan KAMI, ya semuanya adalah kita. Bedanya yang satu asli yang lainnya hanya bayangan. Dengan demikian Tuhan bebas saja menggunakan kata ganti subyek. Karena dzatnya MELIPUTI semuanya. Semisal anda menerima gaji dari atasan anda saya bertanya, darimana rejeki itu? Secara kasat mata itu memang dari atasan anda. Tapi pada tataran hakikat rejeki yang anda terima itu ya dari Allah, dari Tuhan. Karena dalam prosesnya Tuhan melibatkan ciptaan-Nya maka BELIAU menggunakan kata ganti KAMI.Sampai tataran ini mungkin tidak akan menimbulkan perdebatan.
Nah yang menjadi “mumet” adalah ketika pertanyaannya bagaimana dengan IBLIS?Atau orang-orang jahat? Kalau Tuhan meliputi semuanya berarti Tuhan ikut andil donk dalam kejahatan?Kalau Tuhan manunggal dengan makhluk apakah Tuhan juga manunggal dengan orang-orang yang korupsi?Masak Tuhan berbuat jahat?
Jika semua pertanyaan ini muncul dalam benak kita maka kita kembali telah terjebak dalam kacamata kita sebagai manusia. Kita kembali terjebak “melogika-kan” Tuhan dengan frame kita. Sama saja kita mengatakan elektron pada TAHU itu tidak najis dan elektron dalam TAHI itu najis. Hemmm,,,, bukankah Tuhan juga tetap memberikan napas pada mereka yang sedang maksiat di tempat pelacuran? Mohon renungkan ini friends,,,

Di bagian ini saya akan membahas tentang zona quantum. Why? Karena di bagian sebelumnya ada beberapa koment yang masih dalam frame dunia material ketika memahami konsep manunggal.Akibatnya masih menggunakan penalaran Tuhan berada di luar atau di dalam diri ya? Jawabannya DI DALAM SEKALIGUS DI LUAR, mudah-mudahan gak bingung dengan jawaban saya ini. Suka tidak suka ya begitu, karena Tuhan tidak berarah dan berlokasi.Kalau berlokasi berarti berada dalam ruang dan waktu. Dan itu bukan sifat Tuhan. Allah itu Maha Halus. Bahkan saking halusnya tidak bisa dibayangkan oleh pikiran kita sebagai makhluk.

Nah di zona halus itu apapun konsep yang ada dalam pikiran kita tidak berlaku dan tidak bisa digunakan. Sebagaimana saya uraikan di bagian sebelumnya Tuhan BUKAN berada di zona quantum. Ini untuk menyederhanakan dunia yang sangat halus. Dunia yang sangat berbeda dengan dunia yang kita persepsi dengan indera kita ini.Apa sih zona quantum itu? Jika sebuah benda apapun kita pecah-pecah teruuuuus sampai haluuuus maka akan ketemu yang namanya molekul. Kalo molekul itu dipecah-pecah lagiiii akan ketemu yang namanya partikel yaitu proton, elektron dan neutron. Kalau dipecah lagiii dan seterusnya yang kita dapati adalah energy dan seterusnya dan seterusnya.

Nah dalam ilmu fisika, hal-hal yang berada di balik sebuah materi itulah dibahas dalam fisika quantum yaitu ilmu fisika yang membahas zona halus. Nah di zona tersebut hampir semua konsep yang kita gunakan di dunia material ini jungkir balik alias tidak berlaku. Di zona itu semua hal menjadi satu. Arah di sini, di situ dan di sana tidak berlaku. Di dalam dan di luar juga gak berlaku. Besok, nanti, tadi, kemarin juga gak berlaku. Dan seterusnya dan seterusnya enggak berlaku.
Sulit dibayangkan kan?
Tentu, lha wong kalimat saya ini juga belum mewakili kenyataan sesungguhnya kok. Nah Allah Maha Halus. Bagaimana mungkin kita bisa menjangkaunya dengan pikiran kita? Lho berarti gak ada gunanya tho membahas zona quantum untuk memahami konsep manunggal?Ya jelas ada!Di zona quantum semua hal di alam semesta itu MANUNGGAL. Di zona quantum semuanya SATU! Anda, saya, hewan, angin dan semuanya adalah satu kesatuan alias ONENESS. Sehingga ditingkatan hakikat ya benar konsep manunggaling kawulo gusti itu. Nah yang jadi salah adalah ketika kita mengartikan makhluk sama dengan Tuhan, mengartikan Tuhan ada di dalam diri kita, itu salah kaprah. Semua hal itu ya dalam liputan dzat-Nya.

Lalu apa konsekuensinya?
Di tingkatan hakikat sesungguhnya yang BENAR-BENAR ADA HANYA ALLAH. Apapun yang kita lihat ini adalah SEMU. Sehingga bila seseorang sudah sampai pada tataran menghilangkan ke-aku-annya, meniadakan dirinya maka siapa lagi yang ada, YA JELAS ALLAH.

Jawaban yang sering kita dengar adalah bahwa Tuhan itu di ada di langit, ada di arsy. Meskipun kalimat itu ada di Al Qur’an dan Al Hadits, tapi kita harus hati-hati memaknai kata LANGIT dan ARSY. Karena dengan mengatakan TUHAN BERADA di bla... bla... bla... maka kita kembali TERJEBAK dalam konsep RUANG WAKTU. Dan itu berarti kita tanpa sadar menyamakan Tuhan dengan Dunia Material

Apa sih langit?
Secara umum banyak yang menunjuk langit sebagai sesuatu yang berada di atas kepala kita. Tapi itu sebenarnya juga keliru. Kalau kita menyadari bahwa bumi itu bentuknya bulat bukankah di bawah kaki kita juga langit? Gak percaya? Coba kita bor tanah di bawah kaki kita sampai nembus belahan bumi di bagian sebaliknya, pasti akan melihat awan juga di sana, bahkan bulan dan bintang jika di belahan bumi sana sedang malam hari. Makanya ada penjelasan tentang arsy, bahwa singgasana-Nya Allah itu meliputi langit dan bumi alias semuanya. Celakanya ada juga lho yang memahami singgasana sebagai kursi besar seorang raja dan Tuhan duduk di atas kursi itu. Parah kan?

Saya menulis note ini agar segala konsep dalam kepala kita harus “dibuang”, atau kalau tidak digunakan secara hati-hati ketika membahas tentang Tuhan. Segala perumpamaan yang digunakan Tuhan dalam kitab suci adalah bahasa penyederhanaan saja dan bukan realitas aslinya.
Apa yang bisa kita inderai adalah sesuatu yang berada dalam ruang waktu. Segala sesuatu yang berada dalam ruang waktu pasti tidak abadi dan rusak.

Langit itu sebuah tempat, berlokasi bukan? Tuhan ada di langit? Wah saya kira itu harus diluruskan jika pemahaman tentang langit adalah sebuah sebuah lokasi yang bisa diinderai.
Saya berikan ilustrasi begini.
Jika anda berada di dalam kamar berarti anda berada dalam sebuah ruangan. Artinya anda lebih kecil dari ruangan itu. Apakah bisa disebut bahwa anda meliputi ruangan? Ya gak bisa! Padahal Allah MELIPUTI semuanya, masak berlokasi di sebuah TEMPAT? Lebih pusing lagi kalo ada yang mengatakan manusia akan ketemu Tuhan di akhirat. Heiii,,,, Tuhan ada di dalam akhirat atau akhirat itu ada dalam liputan dzat-Nya? Mari buka keSADARan kita !!!!!

Sekali lagi ingat pembahasan kita di bagian sebelumnya tentang zona quantum. Semua hal baik yang kita ketahui maupun tidak itu MANUNGGAL dalam lingkupan dzatnya. Termasuk manusia. Itulah sebabnya ada larangan untuk berpikir tentang dzat Allah. Lha wajar saja lha wong pikiran kita gak bakalan nyampe. Bagaimana mungkin YANG DILIPUTI bisa mempersepsikan YANG MELIPUTI secara utuh?

Orang jawa ketika membahas tentang realitas Tuhan ini mengatakan :“TAN KENO KINOYO NGOPO”. Artinya, entah, embuh, gak tau. Susah untuk diungkapkan dengan kalimat apapun. Memisahkan Tuhan dari makhluk bisa menyesatkan pemahaman. Demikian pula jika menyamakan Tuhan dengan makhluk, jelas menyesatkan.
Dzat Allah itu beda dengan apapun yang kita kenal.

So, dalam pemahaman saya konsep manunggaling kawulo lan gusti itu yo kebenaran. Dengan catatan pemahaman konsep manunggalnya harus benar. Bahkan kita mau tau atau tidak soal manunggaling kawulo lan gusti yo semuanya memang manunggal kok! Semuanya itu ibarat udara yang sama hanya saja terpisahkan oleh sekat ruangan.

Lalu mengapa dalam cerita Syech Siti Jenar beliau dihukum atau dihakimi melakukan kesalahan? Dalam penilaian saya adalah karena beliau mengajarkan sesuatu pengetahuan yang sangat tinggi kepada orang-orang yang belum nyampe tingkat pemahamannya. Akhirnya “njegleg” (gak kuat). Sebagaimana kita ketahui apapun yang ada dalam benak kita tidak akan pernah terwakili dengan kata-kata. Apalagi ketika membahas tentang Tuhan. Jelas akan terjadi distorsi yang sangat fatal jika disampaikan kepada mereka yang belum siap.

Beberapa kali saya membuat status di facebook tentang DOUBLE SLIT EXPERIMENT (eksperimen dua celah) dari Thomas Young. Why? Karena percobaan itu luar biasa! Percobaan fisika tersebut membuktikan bahwa ada suatu titik dimana si pengamat akan “menjadi satu” dengan elektron yang diamati. Sehingga konsepnya bukan lagi pengamat, melainkan partisipan karena si pengamat ikut terlibat. Dalam keadaan itu perilaku elektron sesuai dengan niat dari pengamatnya. Jadi sebenarnya sangat jelas sekali tentang kebenaran konsep manunggaling kawulo lan gusti. Ada suatu titik dimana akhirnya “yang menyembah” MELEBUR dengan “yang disembah”. Tapi saya ingatkan sekali lagi “yang menyembah” tidak sama dengan “yang disembah”.
Dalam konteks double slit experiment dapat saya katakan sang pengamat dan elektron tetap dua hal yang berbeda, tapi “menjadi satu” dalam prosesnya.

Berkenaan dengan hal di atas, informasi di Al Qur’an tentang TAKDIR akan menjadi membingungkan ketika kita tidak memahami konsep kemanunggalan antara Tuhan dengan makhluk. Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Allah “berkehendak atas segala sesuatu”.
Namun di ayat yang lain diinformasikan bahwa “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum itu tidak mengubahnya”.
Mana yang benar dari kedua pernyataan itu?
Saya tegaskan jawabannya adalah BENAR DUA-DUANYA SEKALIGUS. Karena di sini sebenarnya Allah menginformasikan fenomena yang sama persis dengan DOUBLE SLIT EXPERIMENT itu. Kita adalah obyek sekaligus subyek. Terjadi proses kreasi partisipatif sebagaimana yang terjadi antara si pengamat dengan elektron. Nah di bagian akhir ini mungkin ada beberapa di antara anda yang kesulitan memahami. Mengapa? Karena konsep dasar isi dari bagian ini mengambil inti dari percobaan fisika Thomas Young. Hal ini membuktikan apa? Bukti bahwa konsep manunggaling kawulo lan gusti itu sangat ilmiah. Sebenarnya konsep manunggaling kawulo lan gusti adalah ilmu fisika quantum versi jaman dulu (jadul) dengan bahasa berbeda.
Lha saat ini saja ketika kita membicarakan soal fisika quantum gak semua orang siap bukan? Nah saat itu Syech Siti jenar menjelaskan “fisika quantum” kepada orang-orang yang belajar fisika klasik pun belum pernah, yo jadinya salah kaprah.

Nah demikian uraian saya tentang konsep manunggaling kawulo lan gusti. Banyak hal yang tidak saya uraikan di sini. Tapi saya berupaya menuangkan inti-intinya. Saya tidak mengklaim bahwa tulisan ini adalah sebuah kebenaran mutlak. Namun saya berharap dari tulisan ini kita tidak lagi menghakimi bahwa konsep manunggaling kawulo lan gusti itu salah. Kita lah yang telah salah memahaminya.

Sumber: https://www.facebook.com/notes/-catatan-sang-durga-/mkg/500625606696285